Uni Eropa Larang BPA di Kemasan Mulai 2024, Apakah Indonesia Akan Menyusul?

Uni Eropa Larang BPA di Kemasan Mulai 2024, Apakah Indonesia Akan Menyusul?

Bisphenol A (BPA), senyawa kimia yang selama ini digunakan dalam berbagai kemasan makanan dan minuman, kini menjadi sorotan global. Keputusan Uni Eropa (UE) untuk melarang penggunaan BPA pada akhir tahun 2024 menandai babak baru dalam upaya perlindungan kesehatan masyarakat. Larangan ini, yang telah melalui proses bertahap dari pembatasan hingga pelarangan total, merupakan langkah signifikan yang patut diapresiasi.

Perjalanan menuju pelarangan BPA di UE cukup panjang. Pada tahun 2011, aturan terkait penggunaan BPA diperketat, menuntut penilaian keamanan yang ketat dari Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) sebelum penggunaan diizinkan. Kemudian, pada tahun 2018, aturan dipertegas lagi dengan melarang penggunaan BPA dalam botol plastik dan kemasan untuk bayi dan anak-anak di bawah tiga tahun. Puncaknya, pada 12 Juni 2024, negara-negara anggota UE secara resmi menyetujui larangan total, memberikan masa transisi singkat bagi industri selama 18 hingga 36 bulan untuk beradaptasi.

Langkah UE ini didorong oleh penelitian terbaru yang menunjukkan dampak negatif BPA terhadap sistem imun manusia. Riset yang dilakukan dari tahun 2021 hingga 2023 memberikan bukti kuat mengenai risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh paparan BPA. Data ilmiah yang komprehensif ini menjadi dasar kuat bagi keputusan pelarangan tersebut. Larangan ini mencakup berbagai produk, mulai dari lapisan pelindung pada kaleng logam hingga peralatan dapur dan botol plastik.

Di Indonesia, regulasi terkait BPA masih relatif lebih longgar. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejauh ini hanya mewajibkan label peringatan BPA pada kemasan galon guna ulang yang terbuat dari plastik polikarbonat. Hal ini menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak, termasuk para ahli dan organisasi kesehatan.

Dr. Ulul Albab, SpOG, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), menyambut baik langkah BPOM dalam mewajibkan label peringatan BPA, namun menekankan perlunya langkah yang lebih tegas. Mudah-mudahan saja labelnya bukan hanya awareness, tapi juga sebuah larangan, jadi kita tidak kompromistis lagi, ujarnya dalam keterangan tertulis pada Rabu, 27 November 2024. Ia juga mendorong edukasi masyarakat untuk memilih produk yang bebas BPA (BPA Free).

Senada dengan Dr. Ulul, Prof. Dr. Mochamad Chalid, pakar polimer Universitas Indonesia, menyatakan bahwa isu bahan kimia berbahaya dalam kemasan plastik, termasuk BPA, telah menjadi perhatian global. Karena kita tahu bahwa BPA berbahaya, harusnya kita firm (tegas) ya, kita harus Free BPA, tegasnya. Ia menambahkan bahwa alternatif pengganti BPA sudah tersedia dan seharusnya diprioritaskan.

Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan menjadi landasan hukum bagi kewajiban pelabelan BPA. Meskipun langkah ini merupakan kemajuan, banyak yang berpendapat bahwa Indonesia perlu mengikuti jejak UE dengan menerapkan larangan penggunaan BPA secara menyeluruh.

Prof. Chalid juga menyoroti dampak lingkungan dari sampah plastik yang mengandung aditif dan lepasan kimia seperti BPA. Kandungan ini menjadi perhatian dunia karena dampaknya terhadap ekosistem. Ia menekankan pentingnya penggunaan bahan alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Keputusan UE untuk melarang BPA juga didasarkan pada riset dan identifikasi yang dilakukan oleh EFSA. Riset ini menunjukkan bukti ilmiah yang kuat tentang bahaya BPA bagi kesehatan manusia. Hal ini menjadi contoh penting bagi negara lain untuk mempertimbangkan regulasi yang lebih ketat terkait penggunaan bahan kimia berbahaya dalam kemasan makanan dan minuman.

Perbedaan regulasi antara UE dan Indonesia menyoroti pentingnya kolaborasi internasional dalam menetapkan standar keamanan pangan. Pertukaran informasi dan riset ilmiah sangat krusial untuk memastikan perlindungan kesehatan masyarakat secara global. Indonesia perlu mempertimbangkan untuk memperkuat regulasi terkait BPA, dengan mempertimbangkan bukti ilmiah yang ada dan dampaknya terhadap kesehatan dan lingkungan.

Langkah-langkah yang dapat dipertimbangkan Indonesia antara lain mempercepat riset dan pengembangan alternatif BPA yang aman dan ramah lingkungan, meningkatkan pengawasan terhadap produk yang beredar di pasaran, dan melakukan kampanye edukasi publik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya BPA dan pentingnya memilih produk yang aman.

Kesimpulannya, pelarangan BPA di UE merupakan langkah penting dalam melindungi kesehatan masyarakat. Indonesia perlu belajar dari pengalaman UE dan mempertimbangkan langkah-langkah yang lebih tegas untuk melindungi warganya dari risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh BPA. Komitmen bersama dari pemerintah, industri, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mewujudkan lingkungan yang lebih sehat dan aman.

Tabel Perbandingan Regulasi BPA di UE dan Indonesia:

Negara Regulasi BPA Tahun
Uni Eropa (UE) Larangan Total 2024
Indonesia Label Peringatan (Galon Guna Ulang) 2024

Catatan: Informasi ini berdasarkan data yang tersedia hingga 27 November 2024. Regulasi dapat berubah sewaktu-waktu.

Previous Post Next Post