
Minimnya sertifikasi produk pangan di kalangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia menjadi tantangan besar bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Meskipun jumlah UMKM di sektor pangan, obat, dan kosmetik diperkirakan mencapai 4,3 juta, data terbaru menunjukkan baru sekitar 60.000 pelaku usaha yang telah mendaftarkan sertifikasi produknya di BPOM RI. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan keamanan produk yang beredar di pasaran dan membatasi potensi pertumbuhan UMKM Indonesia.
Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya angka registrasi sertifikasi ini. Salah satu faktor utama adalah kurangnya kesadaran para pelaku UMKM akan pentingnya sertifikasi BPOM RI. Banyak yang beranggapan bahwa sertifikasi tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap pemasaran produk mereka. Padahal, sertifikasi BPOM RI merupakan jaminan keamanan dan kualitas produk, sekaligus menjadi kunci untuk membuka akses pasar yang lebih luas, baik di tingkat lokal maupun nasional, bahkan internasional.
Kesulitan dalam memperoleh data akurat mengenai jumlah total pelaku UMKM yang bergerak di bidang pangan, obat, dan kosmetik juga menjadi kendala. Data yang tidak terintegrasi dan terfragmentasi membuat BPOM RI kesulitan untuk menjangkau seluruh pelaku UMKM dan memberikan edukasi serta asistensi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diperlukan untuk membangun sistem data yang lebih komprehensif dan akurat. Sinkronisasi data ini akan menjadi langkah penting dalam memetakan pelaku UMKM dan memastikan mereka mendapatkan akses informasi dan layanan yang tepat.
Pandemi COVID-19 juga turut mempengaruhi upaya peningkatan registrasi sertifikasi BPOM RI. Fokus pemerintah yang tertuju pada penanganan pandemi dan program vaksinasi nasional menyebabkan program peningkatan sertifikasi UMKM menjadi tertunda. Sumber daya dan perhatian yang terbatas membuat BPOM RI harus memprioritaskan penanganan krisis kesehatan terlebih dahulu.
Selain itu, persepsi negatif masyarakat terhadap proses registrasi dan sertifikasi BPOM RI juga menjadi hambatan. Banyak pelaku UMKM yang merasa prosesnya rumit, birokratis, dan kurang transparan. Hal ini menyebabkan mereka enggan untuk mendaftarkan produknya. Kurangnya sosialisasi dan edukasi mengenai manfaat sertifikasi BPOM RI juga memperparah situasi ini. Banyak pelaku UMKM yang tidak memahami pentingnya sertifikasi dan bagaimana prosesnya.
Untuk mengatasi permasalahan ini, BPOM RI perlu melakukan beberapa langkah strategis. Pertama, meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada pelaku UMKM mengenai pentingnya sertifikasi BPOM RI dan manfaatnya bagi bisnis mereka. Sosialisasi ini harus dilakukan secara intensif dan menggunakan berbagai media, termasuk media sosial dan pelatihan langsung. Materi sosialisasi harus disusun secara sederhana dan mudah dipahami oleh pelaku UMKM yang sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan yang beragam.
Kedua, menyederhanakan prosedur dan persyaratan registrasi sertifikasi BPOM RI. Proses registrasi yang rumit dan birokratis akan membuat pelaku UMKM enggan untuk mendaftar. BPOM RI perlu melakukan reformasi birokrasi untuk mempercepat dan mempermudah proses registrasi. Pemanfaatan teknologi informasi juga dapat membantu mempercepat dan mempermudah proses ini. Sistem online yang terintegrasi dan user-friendly akan sangat membantu pelaku UMKM.
Ketiga, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses registrasi dan sertifikasi BPOM RI. BPOM RI perlu memastikan bahwa proses registrasi dilakukan secara transparan dan akuntabel. Informasi mengenai persyaratan, prosedur, dan biaya registrasi harus dipublikasikan secara terbuka dan mudah diakses oleh pelaku UMKM. Pengaduan dan umpan balik dari pelaku UMKM juga harus ditanggapi dengan serius dan ditindaklanjuti dengan cepat.
Keempat, memperkuat kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, asosiasi UMKM, dan lembaga pelatihan. Kerjasama ini diperlukan untuk memperluas jangkauan sosialisasi dan edukasi, memberikan asistensi teknis kepada pelaku UMKM, dan memastikan bahwa proses registrasi dan sertifikasi berjalan dengan lancar. Pemerintah daerah dapat berperan dalam memfasilitasi akses pelaku UMKM terhadap informasi dan layanan BPOM RI.
Kelima, memanfaatkan teknologi digital untuk mempermudah akses informasi dan layanan BPOM RI. Website BPOM RI harus dirancang secara user-friendly dan menyediakan informasi yang lengkap dan mudah dipahami. Aplikasi mobile juga dapat dikembangkan untuk mempermudah pelaku UMKM dalam mengakses informasi dan layanan BPOM RI. Pemanfaatan teknologi digital akan sangat membantu dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas program peningkatan sertifikasi UMKM.
Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, diharapkan angka registrasi sertifikasi BPOM RI di kalangan UMKM dapat meningkat secara signifikan. Hal ini akan berdampak positif terhadap keamanan pangan, kesehatan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Peningkatan kesadaran akan pentingnya sertifikasi BPOM RI, dibarengi dengan kemudahan akses dan transparansi proses, akan mendorong lebih banyak pelaku UMKM untuk mendaftarkan produknya dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar domestik maupun internasional.
Kesimpulannya, peningkatan jumlah UMKM yang memiliki sertifikasi BPOM RI merupakan suatu keharusan. Tidak hanya untuk menjamin keamanan dan kualitas produk, tetapi juga untuk meningkatkan daya saing dan membuka peluang pasar yang lebih luas bagi UMKM Indonesia. Peran aktif BPOM RI, bersama dengan berbagai pemangku kepentingan, sangat krusial dalam mewujudkan hal tersebut. Dengan strategi yang tepat dan komprehensif, target peningkatan registrasi sertifikasi BPOM RI di kalangan UMKM dapat tercapai dan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional.
Tanggal Publikasi: 27 Oktober 2023
Kendala | Solusi |
---|---|
Kurangnya kesadaran UMKM | Sosialisasi dan edukasi intensif |
Kesulitan akses data UMKM | Kerjasama dengan BUMN dan sinkronisasi data |
Proses registrasi yang rumit | Penyederhanaan prosedur dan pemanfaatan teknologi |
Kurangnya transparansi | Peningkatan transparansi dan akuntabilitas |